Kisah Nabi Syu’aib as.
Nabi Syu’aib ‘alaihissalam tinggal di kota
Madyan yang letaknya di Yordania sekarang. Ketika itu,
masyarakatnya kafir kepada Allah dan melakukan berbagai kemaksiatan, seperti
membajak dan merampas harta manusia yang melintasi mereka. Mereka juga
menyembah pohon lebat yang disebut Aikah.
Demikianlah,
Nabi Syu’aib ‘alaihissalam terus
berdakwah kepada kaumnya dan menerangkan kebenaran kepada mereka, tetapi yang
beriman hanya sedikit saja, sedangkan sebagian besar mereka kafir. Meskipun
begitu, beliau tidak berputus asa terhadap penolakan mereka, bahkan tetap sabar
mendakwahi mereka dan mengingatkan mereka nikmat-nikmat Allah yang tidak
terhingga. Akan tetapi kaumnya tetap tidak menerima nasihat dan dakwahnya,
bahkan mereka berkata kepada Nabi Syu’ab sambil mengolok-olok, “Wahai Syu’aib! Apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami
meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami berbuat
apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang
sangat penyantun lagi berakal.” (QS. Huud: 87)
Kemudian
Nabi Syu’aib membantah mereka dengan kalimat yang halus sambil mengajak mereka
kepada yang haq, “Wahai kaumku! Bagaimana pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang
nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah
aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan
mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan)
perbaikan selama aku masih sanggup. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan
dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Huud: 88)
Seperti
itulah Nabi Syu’aib ‘alaihissalam,
Beliau berdakwah dengan argumentasi yang kuat, sehingga Beliau disebut Khathibul Anbiya’ (Ahli Pidato dari
kalangan para nabi).
Selanjutnya,
Beliau berkata kepada mereka menakut-nakuti mereka dengan adzab Allah dan
mengajak mereka kembali kepada Allah, “Wahai
kaumku, janganlah pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu
menjadi jahat hingga kamu ditimpa adzab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum
Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (zaman dan tempatnya)
dari kamu.—Dan mohonlah ampun
kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Huud: 89-90)
Maka
mereka mengancam akan menghukum Beliau, mereka berkata, “Wahai Syu’aib! Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu
katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah
di antara kami; kalau tidak karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu,
sedang kamu pun bukanlah seorang yang kuat di sisi kami.” (QS. Huud: 91)
Syu’aib
menjawab, “Wahai kaumku, apakah
keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah
kamu jadikan di belakang (tidak dipedulikan)? Sesungguhnya (pengetahuan)
Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud: 91)
Selanjutnya,
Nabi Syu’aib menakut-nakuti mereka dengan adzab Allah jika mereka tetap di atas
kesesatan dan kemaksiatan mereka, tetapi kaumnya malah menjawab ancaman itu
dengan mengancam Beliau dan memberikan pilihan, “Mengikuti
agama mereka atau pergi meninggalkan kota mereka bersama orang-orang yang
beriman yang mengikutinya.” Namun Nabi Syu’aib dan orang-orang yang
beriman bersamanya tetap teguh di atas keimanan mereka dan menyerahkan urusan
mereka kepada Allah. Maka kaumnya menuduh Beliau sebagai pesihir dan pendusta
(QS. Asy Syu’araa: 185-186) dan mengolok-olok adzab yang beliau ancamkan,
bahkan meminta disegerakan adzab. Para pemuka mereka juga berkata kepada yang
lain, “Sesungguhnya jika kamu
mengikuti Syu’aib, tentu kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS.
Al A’raaf: 90)
Hingga
akhirnya Nabi Syu’aib ‘alaihissalam berdoa
kepada Tuhannya, “Ya
Tuhan Kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan haq (adil) dan
Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (QS. Al
A’raaf: 89)
Maka
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh
Nabi syu’aib ‘alaihissalam agar
keluar dari kota itu bersama orang-orang yang beriman karena adzab akan turun
menimpa kaumnya, selanjutnya Allah mengirimkan kepada mereka cuaca yang begitu
panas yang membuat tanaman kering, sumur kering, dan susu hewan habis, maka
orang-orang pun keluar mencari kesejukan, lalu mereka menemukan awan hitam yang
sebelumnya mereka kira sebagai hujan dan rahmat, sehingga mereka berkumpul di
bawahnya, kemudian ditimpakan kepada mereka bunga api yang membakar dan api
yang bergejolak sehingga membakar mereka semua, bumi pun berguncang dan mereka
ditimpa suara yang mengguntur yang mencabut nyawa mereka sehingga mereka
menjadi jasad-jasad yang mati bergelimpangan. Setelah kejadian itu, Nabi Syu’aib meninggalkan mereka sambil berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku telah menyampaikan
kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Maka
bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?”
Demikianlah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan
kepada mereka berbagai bentuk adzab dan musibah karena sifat dan perbuatan
mereka yang buruk. Allah timpakan kepada mereka gempa bumi sebagai balasan
karena mereka mengancam akan mengusir Nabi Syu’aib dan para pengikutnya (QS. Al
A’raaf: 91). Dia juga menimpakan suara yang mengguntur sebagai balasan atas olok-olokkan
mereka kepada Nabi mereka (QS. Huud: 87). Dan Dia juga menimpakan kepada mereka
naungan awan yang daripadanya keluar bunga api sebagai jawaban atas permintaan
mereka untuk ditimpakan adzab berupa gumpalan dari langit (QS. Asy Syu’aaraa’:
187-188).
Allah
menyelamatkan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam dan
orang-orang yang beriman bersamanya, Dia berfirman, “Dan ketika datang adzab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan
orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang
yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka
mati bergelimpangan di rumahnya.–Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di
tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan sebagaimana kaum
Tsamud telah binasa.” (QS. Huud: 94-95).
Selesai dengan pertolongan
Allah dan taufiq-Nya, wa
shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Hikmah dari Kisah Nabi Syu’aib as adalah
:
- Sosok Nabi Syu'aib yang gigih
memperjuangkan nilai-nilai persaudaraan, cinta kasih, kesadaran, keadilan,
kejujuran, dan ketulusan patut kita jadikan teladan.
- Kreatif menyusun strategi ketika
berdakwah merupakan hal yang sangat penting kita miliki.
- Kenikmatan dan kelebihan pemberian Allah
yang tidak diimbangi dengan keimanan akan mengakibatkan pemiliknya
tertutup hatinya menerima kebenaran.
- Mendustakan kebenaran Allah dapat mengakibatkan manusia tertimpa azab.
Seputar Sya'ban dan keutamaannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kirimkan kritik dan saran anda bebas dan sopan.